Kisah Sejarah Nabi Ibrahim Dan Nabi Ismail (Qurban)
Tulisan
berikut ini adalah transkrip dari ceramah yang disampaikan oleh KH.
Jamhari Abdul Jalal, Lc di Pondok Pesantren Darunnajah Cipining
Bogor. Dengan tema : Ibadah Qurban Idul Adha: Kisah Sejarah Nabi
Ibrahim Dan Nabi Ismail
Nabi Ibrahim menyampaikan kepada anaknya,
إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى
“Sungguh aku telah bermimpi bahwa aku menyembelih kamu (Ismail), – Aku diperintahkan agar aku menyembelih kamu, wahai Ismail. – Bagaimana menurutkanmu Ismail? ayahgelisah karena mimpi ini.” Ternyata jawaban dari anaknya di luar dugaan. Ia tidak mengatakan, “Jangan!”, “Tidak mau. Saya tidak mau disembelih.”, atau “Ayah jahat,” misalnya. Ternyata jawaban dari Ismail,
يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِين
“Wahai ayahku, lakukan saja. Aku insya Allah termasuk orang-orang yang siap dengan sabar menghadapi perintah Allah ini.” “Jadi pendapatmu seperti itu?” “Iya, itu adalah perintah dari Allah. Lakukan saja, jangan ragu-ragu. Saya Insya Allah termasuk orang-orang yang sabar dalam menghadapi ujian seperti ini.” Sang orang tua, Nabi Ibrahim, mendapat dukungan terhadap mimpinya itu. Saat itu Nabi Ibrahim hanya bisa berkata, “Ya sudah, bismillah kalau begitu. Saya siapkan pisau yang tajam.” Pisau itu diasahnya bolak-balik sampai tajam betul. Jangan sampai nanti nyangkut dan sebagainya, karena anak sudah siap.
Nabi Ibrahim tidak pernah menduga bahwa anaknya, Ismail, setinggi itu kesabarannya. Bahkan dengan tegarnya ia mengatakan,
يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِين
“ayahku, lakukan saja – jangan ragu-ragu – apa yang Allah perintahkan. Insya Allah ayahakan melihat saya tegar, siap.” Tentu saja ayahnyamendapatkan dorongan/dukungan yang luar biasa. “Kalau memang begitu, bismillah saya akan melaksanakan perintah Allah.” Diambillah golok dan diasah bolak-balik hingga tajam dengan semata-mata ingin mendapatkan ridha Allah. Anak pun tega untuk dipotong demi mendapatkan ridha Allah Swt. Ibu untuk mendapatkan ridho Allah, ada sedikit saja di rumah sudah tidak mau.
Ketika itu datanglah setan sambil berkata, “Ibrahim, kamu orang tua macam apa kata orang nanti, anak saja disembelih?” “Apa kata orang nanti?” “Apa tidak malu? Tega sekali, anak satu-satunya disembeli!” “Coba lihat, anaknya lincah seperti itu!” “Anaknya pintar lagi, enak dipandang, anaknya patuh seperti itu kok dipotong!” “Tidak punya lagi nanti setelah itu, tidak punya lagi yang seperti itu! Belum tentu nanti ada lagi seperti dia.” Nabi Ibrahim sudah mempunya tekat. Ia mengambil batu lalu mengucapkan, “Bismillahi Allahu akbar.” Batu itu dilempar. Akhirnya seluruh jamaah haji sekarang mengikuti apa yang dulu dilakukan oleh Nabi Ibrahim ini di dalam mengusir setan dengan melempar batu sambil mengatakan, “Bismillahi Allahu akbar.”
Jadi sekarang semua jamaah haji wajib melontar jumrah. Di sana jumrah itu sebenarnya sebagai tanda semacam tugu. Bentuknya semacam tiang, semacam tugu ke atas bisa dilihat dan dilempar dengan niat bukan melempar tiangnya sebanyak tujuh kali.
Setan/iblis tidak putus asa, “Ah, ayahnyatidak bisa juga. Biar istrinya.” Istrinya didatangi sama iblis. “Kamu mempunyai suami seperti itu, masak kamu yang capek, kamu yang melahirkan, kamu yang membesarkan, suami kamu enak saja mau menyembelih anak itu. Apa kamu orang perempuan memang tidak mempunyai perasaan?” Ia dibujuk dengan bermacam-macam cara. Tapi istrinya juga sudah sama-sama bertekad karena tahu bahwa anaknya juga sudah siap seperti itu. Ia pun mengambil batu dan mengucapkan, “Bismillahi Allahu akbar.”
Kalau lemparan pertama berada di satu tempat, lemparan yang kedua berbeda. Lemparan yang pertama sekarang diperingati sebagai jumrah aqabah. Sedangkan yang kedua adalah jumrah wustha namanya. Itu adalah ibunya. Yang terakhir setan menggoda Ismail. “Eh, kamu tidak tahu kalau hidup ini enak, kok kamu nurut saja sih. Kamu masih bisa ini masih bisa itu di dalam hidup ini. Kamu kok nurut saja padahal setelah itu kamu mati, tidak bisa apa-apa.” Ismail juga mengambil batu lalu melempar setan sambil mengucapkan, “Bismillahi Allahu akbar.” Dilemparlah setan ini tiga kali hingga sekarang berwujud menjadi jumrah sughra.
Karena setan ini sudah minggir semua sebab dilempari dan mereka tidak menggoda lagi, Ibrahim dengan mudah melaksanakan niatnya. Ismail dimiringkan ibarat kambing yang mau dipotong, dikasih ganjel, dan sebagainya. Ketika inilah Nabi Ismail as menyampaikan beberapa pesan (wasiat) kepada ayahnya Nabi Ibrahim as.
Nabi Ibrahim menyampaikan kepada anaknya,
إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى
“Sungguh aku telah bermimpi bahwa aku menyembelih kamu (Ismail), – Aku diperintahkan agar aku menyembelih kamu, wahai Ismail. – Bagaimana menurutkanmu Ismail? ayahgelisah karena mimpi ini.” Ternyata jawaban dari anaknya di luar dugaan. Ia tidak mengatakan, “Jangan!”, “Tidak mau. Saya tidak mau disembelih.”, atau “Ayah jahat,” misalnya. Ternyata jawaban dari Ismail,
يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِين
“Wahai ayahku, lakukan saja. Aku insya Allah termasuk orang-orang yang siap dengan sabar menghadapi perintah Allah ini.” “Jadi pendapatmu seperti itu?” “Iya, itu adalah perintah dari Allah. Lakukan saja, jangan ragu-ragu. Saya Insya Allah termasuk orang-orang yang sabar dalam menghadapi ujian seperti ini.” Sang orang tua, Nabi Ibrahim, mendapat dukungan terhadap mimpinya itu. Saat itu Nabi Ibrahim hanya bisa berkata, “Ya sudah, bismillah kalau begitu. Saya siapkan pisau yang tajam.” Pisau itu diasahnya bolak-balik sampai tajam betul. Jangan sampai nanti nyangkut dan sebagainya, karena anak sudah siap.
Nabi Ibrahim tidak pernah menduga bahwa anaknya, Ismail, setinggi itu kesabarannya. Bahkan dengan tegarnya ia mengatakan,
يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِين
“ayahku, lakukan saja – jangan ragu-ragu – apa yang Allah perintahkan. Insya Allah ayahakan melihat saya tegar, siap.” Tentu saja ayahnyamendapatkan dorongan/dukungan yang luar biasa. “Kalau memang begitu, bismillah saya akan melaksanakan perintah Allah.” Diambillah golok dan diasah bolak-balik hingga tajam dengan semata-mata ingin mendapatkan ridha Allah. Anak pun tega untuk dipotong demi mendapatkan ridha Allah Swt. Ibu untuk mendapatkan ridho Allah, ada sedikit saja di rumah sudah tidak mau.
Ketika itu datanglah setan sambil berkata, “Ibrahim, kamu orang tua macam apa kata orang nanti, anak saja disembelih?” “Apa kata orang nanti?” “Apa tidak malu? Tega sekali, anak satu-satunya disembeli!” “Coba lihat, anaknya lincah seperti itu!” “Anaknya pintar lagi, enak dipandang, anaknya patuh seperti itu kok dipotong!” “Tidak punya lagi nanti setelah itu, tidak punya lagi yang seperti itu! Belum tentu nanti ada lagi seperti dia.” Nabi Ibrahim sudah mempunya tekat. Ia mengambil batu lalu mengucapkan, “Bismillahi Allahu akbar.” Batu itu dilempar. Akhirnya seluruh jamaah haji sekarang mengikuti apa yang dulu dilakukan oleh Nabi Ibrahim ini di dalam mengusir setan dengan melempar batu sambil mengatakan, “Bismillahi Allahu akbar.”
Jadi sekarang semua jamaah haji wajib melontar jumrah. Di sana jumrah itu sebenarnya sebagai tanda semacam tugu. Bentuknya semacam tiang, semacam tugu ke atas bisa dilihat dan dilempar dengan niat bukan melempar tiangnya sebanyak tujuh kali.
Setan/iblis tidak putus asa, “Ah, ayahnyatidak bisa juga. Biar istrinya.” Istrinya didatangi sama iblis. “Kamu mempunyai suami seperti itu, masak kamu yang capek, kamu yang melahirkan, kamu yang membesarkan, suami kamu enak saja mau menyembelih anak itu. Apa kamu orang perempuan memang tidak mempunyai perasaan?” Ia dibujuk dengan bermacam-macam cara. Tapi istrinya juga sudah sama-sama bertekad karena tahu bahwa anaknya juga sudah siap seperti itu. Ia pun mengambil batu dan mengucapkan, “Bismillahi Allahu akbar.”
Kalau lemparan pertama berada di satu tempat, lemparan yang kedua berbeda. Lemparan yang pertama sekarang diperingati sebagai jumrah aqabah. Sedangkan yang kedua adalah jumrah wustha namanya. Itu adalah ibunya. Yang terakhir setan menggoda Ismail. “Eh, kamu tidak tahu kalau hidup ini enak, kok kamu nurut saja sih. Kamu masih bisa ini masih bisa itu di dalam hidup ini. Kamu kok nurut saja padahal setelah itu kamu mati, tidak bisa apa-apa.” Ismail juga mengambil batu lalu melempar setan sambil mengucapkan, “Bismillahi Allahu akbar.” Dilemparlah setan ini tiga kali hingga sekarang berwujud menjadi jumrah sughra.
Karena setan ini sudah minggir semua sebab dilempari dan mereka tidak menggoda lagi, Ibrahim dengan mudah melaksanakan niatnya. Ismail dimiringkan ibarat kambing yang mau dipotong, dikasih ganjel, dan sebagainya. Ketika inilah Nabi Ismail as menyampaikan beberapa pesan (wasiat) kepada ayahnya Nabi Ibrahim as.
AYAHANDAKU :
1. Ikatlah tanganku
kuat-kuat agar tidak banyak bergerak hingga menyusahkanmu
2. Hadapkan wajahku
ketanah agar Ayah tidak iba melihatku saat disembelih
3. Sisingkan pakaianmu
agar tidak terkena darahku yang bisa mengurangi pahalaku dan membuat
terharu Ibuku saat melihatnya
4. Tajamkan parangmu agar
mempercepat pelaksanaan penyembelihan dan dapat meringankan beban
penderitaanku
5. Sampaikan salamku pada
ibuku, berikanlah pakaianku ini sebagai kenang-kenangan dari putera
tunggalnya agar menjadi penghiburnya dalam kesedihan dan katakan
padanya agar sabar menerima perintah Allah SWT
6. Jangan pernah
ceritakan pada Ibuku bagaimana cara Ayah mengikat dan menyembelihku
7. Jangan sesekali Ayah
membawa anak-anak kerumah agar Ibuku tidak selalu mengingatku dan
membuatnya susah hati
8. Bila Ayah melihat anak
sebayaku, jangan ayah tatap dia dalam-dalam agar Ayah tidak gelisah
dan bersedih hati
Goloknya juga sudah dicoba
memang sudah tajam betul. Ketika Ibrahim mengucapkan, “Bismillahi
Allahu akbar,” ternyata bukan Ismail yang dipotong tetapi Allah
ganti dengan kambing gibas. Ismail tetap berada di sampingnya dalam
keadaan segar bugar. Yang dipotong ayahnya ternyata adalah kambing.
Kemudian Nabi Ibrahim as
sangat bersyukur kepada Allah SWT seraya sambil bertakbir “ALLAHU
AKBAR... ALLAHU AKBAR.... ALLAHU AKBAR...
Nabi Ismail as meneruskan :
LAA ILAAHA ILLALLAHU WALLAHU AKBAR..
Kemudian Malaikat pun ikut
senang dan berkata : ALLAHU AKBAR WALILLAHILHAMDU....
Itulah asal usul kurban,
hari raya Kurban.